Sabtu, 29 April 2017

PENGERTIAN ETIKA DAN MORAL

Apa itu Etika dan Moral

Etika adalah ilmu tentang kesusilan ilmu inilah yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup dalam masyarakat mengenal, memikirkan , serta memahami lebih mendalam tentang apa yang baik. dan apa yang tidak baik.dan apa yang tidak baik atau yang tidak tercela.dan apa yang menimbulkan aib. jelasnya etika senantiasa menyoroti perilaku dan tingkah laku setiap orang {individu} di dalam  hidup mayarakat.

Etika dan Moral Menurut Bahasa

Para ahli filsafat dan ilmu jiwa menyatakan bahwa antara etika dan moral sama artinya. demikian pula halnya antara etika dengan kesusilaan {susila: sansakerta} identik."Etika"{Ethos:Yunani } yang berarti "watak, adat kebiasaan",tak berbeda dengan kata "Mos "{latin} yang atinya moral, jamaknya "mores"yang berarti adat atau tata cara hidup.

Dalam penerapannya,etika dan moral ada sedikit perbedaan. moral dan moralitas tertuju kepada suatu pebuatan, tingkah laku , yang sedang dinilai. etika tertuju kepada pengkajian sistem nilai-nilai, atau norma -norma. kata asusila {kesusilaan} mengacu kepada dasar-dasar, prinsip-prinsip atau peraturan hidup {sila}yang baik {Su}.

Bila etika lebih didasarkan pada fakta , maksudnya menyangkut"peraturan-peraturan etis" yang berlaku di dalam kehidupan kelompok masyarakat, maka lain halnya dengan moral yang lebih menitikanberatkan pada masalah tingkah laku dan perbuatan manusia (individu) itu sendiri. walaupun penilain akal yang paling sederhana tentang masalah etika itu sebenarnya telah tumbuh bersama-sama dengan timbulnya kehidupan manusia. dengan kata lain, etika merupakan potensi yang ada dan berada di dalam diri setiap manusia manifestasinya nampak jelas dalam pergaulan hidup lingkungan kekeluargaan, yang saling menghormati, tolong menolong, saling menbantu, bahkan saling memperingati tentang mana yang baik, dan mana yang tidak baik (buruk).

di sisi lain persoalan-persoalan mengenai etika keetikaan selama ini masih merupakan pengalaman-pengalaman yang belum tersusun dan terpateri untuk dijadikan sebagai ukuran yang tetap sekaligus sebagai pedoman di masa depan. kenyataan dalam sejarah peradaban manusia tak dapat disangkal bahwa pengkajian tentang etika yang pertama bersifat umum dijadikan sebagai ukuran yang sangat bernilai adalah rumusan- rumusan etika yang bersumber dari ajaran agama. walau demikian dalam pembahasan tentang etika yang ditampilkan lebih bersifat filasafat, namun pandangan etika yang bersumber dari nilai-nilai keagamaan seyogianya terus ditelusuri pengkajiannya secara obyektik, tanpa terikat oleh kefanatikan akan sanksi-sanksi keagamaan.

mengapa demikian? karena seandainya di dunia tidak ada agama, maka niscaya manusia akn membentuk pedoman hidupnya bersumber dari hasil pikirannya. padahal pikiran itu kadangkadang dikalahkan oleh nafsu yang tak terkontrol.salah satu ciri dari etika seperti halnya dengan ilmu-ilmu lainnya adalah berdiri di atas landasan kebenaran hakiki. di samping itu, etika berlandaskan pada kebenaran-kebenaran yang bersifat pengandaian |(postulat), misalnya tentang adanya hari pembalasan, atau tentang adanya tuhan .
dalam realita kehidupan, jelas akan nampask bahwa tidak mungkin etika sebagai ilmu dapat diajarkan tanpa menerima kebenaran-kebenaran yang bersifat pengandaian (postulat-postulat). hal demikian terkait erat dengan penilain, mislanya penilain terhadap baik buruknya tingkah laku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. dalam hal ini, penilain kepada seseorang dititikberatkan pada amal perbuatannya, bukan pada niatnya yang bersembunyi di dalam lubuk hatinya.

 amal perbuatan yang dilakukan dengan terpaksa, atau hanya sekedar dipamer-pamerkan, tidak dapat dinilai seperti kenyataan dari perbuatannya. namun demikian siapakah sesungguhnya yang benar-benar mengetahui bahwa seseorang itu dalam keadaan tulus ikhlas atau hanya terpaksa, atau hanya untuk dipamerkan kepada umum melakukan suatu pekerjaan dengan inti bobot pertimbangkan antara manfaat dan mudharat? itulah sebabnya ukuran etika selalu didasarkan lebih dahulu dada amal perbuatan nyata sejauh yang dapat diamati oleh orang lain. alasannya, kaena latar belakang dari hasil tingkah laku dan perbuatan itu selalu bersifat perorangan dan tersembunyi. bertolak dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu yang menyilidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan menitikberatkan pengamatan pada tingkah laku dan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui serta dipertimbangkan oleh akal pikiran tentang manfaat dan mudaratnya.

 tujuan etika

tujuan mempelajari etika adalah semata-mata untuk mendapatkan kesan ideal yang sama bagi seluruh manusia di tempat manapun, dalam waktu dan kapan pun, mengenai penilain baik dan buruk menurut ukuran keetikaan. namun, demikian, tujuan mempelajari etika atau tak luput dari hambatan psiko-kultural. penyebabnya terletak pada penilain tentang ukurang yang baik dan buruk sifatnya relatif. tergantung dari obyek yang di nilai, juga termasuk yang menilai, serta keadaan masyarakat pada suatu daerah tertentu. mungkin saja masyarakat di daerah tertentu menganggap suatu keakraban bila telah lama berpisah, kemudian bertemu lalu berciuman.sementara masyarakat di daerah lain hal seperti itu dianggap tabu, sangat tercela dan merupakan perbuatan tak senonoh.

etika menentukan ukuran terhadap perbuatan , maka dinamakan ilmu pengetahuan normatif. norma yang tercakup di dalamnya adalah norma tentang baik dan buruk. jadi tidak sama dengan norma dalam logika yang membahas tentang yang benar dan salah. norma-norma dalam etika meskipun daya kendalinya hanyalah ideal saja, namun senantiasa digunakan sebagai tolak ukur terhadap sesuatu perbuatan, yaitu sebelum, sementara, dan setelah berbuat. oleh sebab itu kita memiliki tingkah laku dan perbuatan yang baik ,setiap orang selalu dihadapkan pada sesuatu yang ideal yakni ada perbuatan yang baik, lebih baik, terlebih baik lagi, demikian seterusnya setiap ilmu pengetahuan memiliki kaidah-kaidah yang mengatur dan menghubungkan masalah-masalah yang dikaji oleh masing-masing ilmu pengetahuan itu. dengan demikian, para ilmuan dapat menyimpulkan suatu sistem yang teratur untuk menelaah dan mempelajari obyek yang dikaji atau dibahas oleh sesuatu disiplin ilmu pengetahuan. demikian pula halnya dengan etika, namun etika sebagai ilmu pengetahuan agak berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya. karena etika selain bersifat realistis, di lain pihak juga bersifat memberikan ramalan (profetis) atau prediksi dan anjuran-anjuran yang sifatnya relatif.

sifat relatif bukan terletak pada hakkat keetikaannya, melainkan sangat tergantung atau ditentukan oleh keadaan, kondisi, dan tempat. di lain pihak, jika pelajaran etika dijadikan suatu sistem yang tetap seperti ilmu-ilmu pengetahuan lain, hal tersebut akan merusak tujuan etika itu sendiri. karena faktor denting di dalam tujuan etika untuk dipelajari adalah mengusahakan terbinanya kebahagiaan hidup manusia, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.

hidup manusia selalu penuh tantangan, bergelora, tak terhindar dari pertikaian, konflik, ketidaksesuian di dalam dirinya sendiri, maupun di luar dirinya mengalami kesedihan, gembira, semuanya menimpa silih berganti. keadaan demikian sangat sukar diatur menurut sistem yang tertutup.
tak dapat disangkal bahwa pikiran teoritis sebagai kunci terhadap sistem keilmuan di dalm etika. bahkan berpikir itu adalah juga bersifat mengatur dan menyusun suatu sistem. namun demikian lapangan etika. hanya dapat berguna bagi manusia jika dirumuskan dalam suatu sistem terbuka dan elastis sesuai dengan aktivitas kehidupan manusia (individu) di dalam masyarakat.

moral

moral bukan sesuatu yang datang dari luar diri manusia. ia (moral) berada di dalam diri manusia sebagai potensi. pasif atau aktifnya moral itu tergantung dan sangat ditentukan oleh manusia (individu) itu sendiri. karena moral bukan sesuatu zat yang melekat di dalam diri setiap manusia, maka penilaian terhadap moral selalu ditilik dari hasil aktivitas tingkah lakunya.
Ungkapan-ungkapan yang berbunyi;dekadensi merosotnya moral , tidak bermoral, merupakan suatu seleksi dari penilaian umum tentang perilaku dan tata kelakuan yang tampil dalam konteks bertentangan dengan kewajiban oleh karena moral lebih menitikberatkan sorotannya kepada tingkah laku, maka dari ungkapan tersebut nampak bahwa moral terkait erat dengan penyimpangan atau laku yang menyimpang

Penyimpangan tingkah laku terjadi apabila timbul pelanggaran terhadap aturan-aturan yang megatur tingkah laku agar tidak menyimpang. Sebaliknya ,jika tidak terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan yang mengatur tingkah laku agar tidak menyimpang, apakah moral tidak di perlukan lagi? Hal demikian agak keliru, karena ada atau tidak tidaknya penyimpangan tingkah laku, moral tetap di perlukan. Moral merekat bukanlah sesuatu yang datang dari luar atau sesuatu yang melekat begitu saja di dalam diri setiap di dalam diri setaip manusia. Bahkan moral bukan sesuatu yang dapat di uji atau di coba

Moral tumbuh bersamaan dengan dengan tahapan-tahapan kedewasaan fisik dan piskis dimana ia {moral}itu mengalami kematangan apabila telah terjadi sesuatu interaksi antara sesama manusia. oleh karena itu, moral akan tumbuh lebih terarah dalam proses sosialisasi sejak dini yang mula-mula di lingkungan keluarga inti {ayah, ibu, dan anak-anak}.

di lingkungan inilah harus ditumbuhkan kesadaran beragama yang berfungsi memupuk sikap saling menghargai, saling menghormati, menaati aturan-aturan dan tata krama dalam kehidupan keluarga. disisi lain, sering dilupakan para ahli tentang sumber mata pencaharian hidup. moral yang ditanamkan di lingkungan keluarga inti tak akan subur tumbuhnya apabila sumber mata pencaharian hidup tak di ketahui asal muasalnya.

karena makanan, minuman, pakaian, dan kebutuhan hidup lainnya sedikit banyak sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian setiap individu. itulah sebabnya sangat ditekankan prinsip kehalan di dalam mengolah mata pencaharian hidup guna menghidupi keluarga inti. bertolak dari lingkungan inilah moral akan tetap terpelihara sekaligus mengontrol sepak tejang serta perilaku seseorang dimana pun ia berada, bergaul, dan berinteraksi dengan sesamanya.

dikaitkan dengan faktor lingkungan, banyak yang berpendapat bahwa beban moral seseorang akibat pengaruh lingkungan. namun demikian bila dikaji lebih mendalam ternyata hasilnya tidak seperti itu. alasannya, kesadaran moral yang telah ditanamkan sejak diri oleh kedua orang tua yang taat beragama, juga besikap hati-hati dan penuh seleksi di dalam memberikan kebutuhan hidup dengan. mengutamakan prinsip kehalalan, dipupuk dengan nasehat-nasehat yang baik, dibina melalui ketabahan penuh sabar, dibimbing dan diarahkan serta dilatih terus menerus oleh kedua orang tua bagai panutan dalam rumah tangga mengenai tatakrama, sopan santun, tutur kata yang lembut, maka niscaya kebejatan moral akan tehindar. dengan demikian, awal mula tumbuh suburnya moral, kesadaran, tingkah laku bermoral, kesemuanya ditentukan oleh mantapnya bimbingan dalam lingkungan keluarga .


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar